Jumat, 19 Juni 2009

Model Iklan SBY Mirip Thatcher



Penulis: Ahluwalia

INILAH.COM, Jakarta - Model iklan SBY mengingatkan pada gaya Margareth Thatcher, PM Inggris yang dijuluki wanita bertangan besi. Keduanya menggunakan kampanye politik yang sama yakni mengedepankan aspek pencitraan.

Para analis mencatat, kira-kira Mei 1979, Margareth Thatcher memasuki kampanye pemilihan dengan mengusung konsep politik pencitraan. Seperti mengubah warna rambut, memperbaiki tata alis, mengatur nada bicara, menjaga pandangan, dan sangat santun di depan media.

Cara ini, sedikit banyak, berhasil mempengaruhi generasi pemilih pemula di Inggris ketika itu. Margareth Thatcher juga piawai menggunakan produk terkenal untuk menaikkan citra politik dan popularitasnya.

Dan kita tahu, dalam kasus Thatcher, di akhir kekuasaannya, semua akhirnya mengetahui bahwa pribadi aslinya berbeda dengan sosok yang dimunculkan di media massa. Pribadi asli Thatcher adalah glamor dan bertangan besi karena mengikis kesejahteraan rakyat dan gerakan kaum pekerja.

Dalam hal ekonomi, misalnya, Thatcher ternyata penganut neoliberalisme yang getol. Dia bukanlah seorang ekonom handal seperti yang diketahui banyak orang. Di tangan media, Thatcher didaur ulang sehingga nampak benar-benar heroik dan mengikuti jejak Winston Churchill, mantan perdana menteri Inggris pada perang dunia kedua.

Namun dengan gayanya itu Thacther merupakan perempuan pertama dan terlama yang menjabat sebagai perdana menteri. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris pada 1979-1990 dan memimpin Partai Konservatif pada 1975-1990.

Sekarang ini, para analis melihat SBY masih mengandalkan teknik ala Thatcher ini. Dari mengatur nada sampai memakai gerak tangan dan mimik muka untuk meraih simpati publik. Terbukti, cara ini efektif dalam pilpres 2004 dan masa lima tahun pemerintahan. Ia berhasil memelihara citra politik dan popularitasnya di hadapan rakyat.

Memang, menungangi produk terkenal, seperti Indomie, akan memudahkan SBY untuk bersosialisasi dan selalu diingat rakyat. Ini adalah bentuk bahasa verbal yang mudah diingat, tetapi belum tentu bisa berfungsi efektif menyakinkan pemilih.

Muncul pertanyaan, jika para kandidat hanya mengejar citra politik dan popularitas, lantas dari mana rakyat bisa mengenal program dan komitmen politik kandidat bersangkutan?

Dalam pasar politik, citra dan popularitas memang menjadi urgent. Hanya saja, jika kita berbicara mandat rakyat, maka tujuan kekuasaan adalah mensejahterakan rakyat. Untuk itu, politik untuk membangun kekuasaan pun harus bertumpu kepada program dan visi mensejahterakan rakyat, bukan menjual citra dan popularitas.

Maka, sulit membedakan antara pasar dan politik, keduanya menawarkan metode dan tujuan yang hampir sama. Cara perusahaan mie mengiklankan produknya sudah tidak beda dengan capres SBY mengiklankan dirinya.

“Jangan-jangan SBY seperti Thatcher, yang moncer di permulaan, namun pada akhir kekuasaannya mewariskan kesan buram karena mengusung neolib (privatisasi, liberalisasi, pemangkasan subsidi) dan gagal menciptakan kesejahteraan umum,” kata ekonom M Dawam Rahardjo. Mudah-mudahan kekhawatiran ini tidak terjadi. [E1]



Tidak ada komentar:

Posting Komentar